Kesadaran
nasional adalah suatu sikap yang dimiliki suatu bangsa berkaitan dengan
tanggung jawab hak dan kewajibannya. Kesadaran nasional ini tumbuh setelah
memahami sejarah bangsanya. Dengan adanya kesadaran nasional akan mampu
menumbuhkan semangat untuk bertindak menentang penjajahan. Salah satu wujud
adanya kesadaran itu adalah pertumbuhan organisasi pergerakan nasional seperti
BU, SI, Insulinde, Indische Partij, dan sebagainya. Disamping itu juga muncul
strstegi perjuangan seperti melalui cara kooperasi, non koperasi. Bangsa
Indonesia memperingati hari Kebangkitan Nasionalnya setiap tanggal 20 Mei. Hal
ini mengingatkan kita akan lahirnya Budi Utomo pada tanggal 20 Mai 1908.
Dari
uraian berikut ini, kamu akan dapat memahami terbentuknya kesadaran nasional,
identitas Indonesia dan perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia.
A. TERBENTUKNYA KESADARAN NASIONAL
1.
Lahirnya kelompok intelektual
Sistem
diskriminasi rasial terjadi dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat baik
dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan. Sistem yang
dikembangkan tersebut dikenal dengan Stelsel Kolonial. Masyarakat terbelah
dalam beberapa strata yaitu orang Belanda asli/totok, Belanda Campuran, Timur
Asing dan Bumi Putra (pribumi). Masyarakat pribumi ini masih memiliki
tingkatan-tingkatan seperti golongan bangsawan, priyayi dan rakyat biasa.
Dalam
masalah pendidikanpun juga terjadi diskriminasi, karena sekolah untuk
masyarakat Eropa, Timur Asing dan kelompok bangsawan berbeda dengan sekolah
untuk golongan pribumi. Untuk pribumi adalah sekolah kelas dua, yang hanya
untuk kemampuan membaca dan menulis. Dengan demikian golongan pribumi akan
tertinggal dalam bidang intelektual.
Salah satu ciri masyarakat terjajah,
adalah terbatasnya kaum cerdik pandai (intelektual). Jika
ingin merubah semua itu tentunya bagaimana rakyat dapat memperoleh kesempatan
belajar yang selama ini terjadi diskriminasi antara orang Belanda dengan kaum
Bumi Putra. Dalam rangka mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran ternyata masih ada sekelompok masyarakat di Belanda yang peduli akan
nasib rakyat Indonesia itu.
Pada
tahun 1898, dalam majalah de Gids, dia menulis artikel berjudul Een
Ereschuld (Hutang Kehormatan atau Hutang Budi). Dijelaskannya
bahwa Belanda banyak menyengsarakan rakyat Indonesia. Telah begitu besar
kekayaan Indonesia mengalir ke Belanda (politik batig slof). Untuk itu,
perlu ada pengembalian kepada bangsa Indonesia oleh pemerintah Belanda, karena
itu merupakan suatu hutang.
Terbatasnya
kaum cerdik pandai oleh karena bidang pendidikan bukan menjadi prioritas
Belanda. Pada masa VOC keinginan Belanda adalah bagaimana memperoleh kekayaan
sebanyak-banyaknya. Itulah sebabnya diambil kebijakan monopoli perdagangan.
Sistem Tanam Paksa yang dilakukan oleh Belanda ternyata membawa kesengsaraan
yang luar biasa bagi rakyat Indonesia. Pelaksanaan sistem tanam paksa telah
mengakibatkan rakyat Indonesia menderita.
Namun
karena desakan dari berbagai pihak terutama dari kalangan kaum liberal di
negeri Belanda lahir kemudian politik etis. Kebijaksanaan yang diambil sebagai
balas budi adalah dengan menerima konsep Th. C. Van Deventer yang dituangkan
dalam trilogi, yang meliputi irigasi, emigrasi, dan edukasi.
Di
atas telah disebutkan, bahwa sistem pendidikan kolonial bersifat diskriminatif.
Pada mulanya, diperkenalkan Sekolah Kelas Dua untuk anak-anak pribumi dan
Sekolah Kelas Satu untuk anak-anak pegawai negeri, orang-orang yang punya
kedudukan dalam masyarakat, dan masyarakat golongan “berpunya”. Bagi golongan
Eropa dan para bangsawan disediakan Sekolah Rendah. Sejak Abad ke-20 dibuka
sistem sekolah desa atau Volksschool yang lamanya tiga tahun. Bagi yang
akan melanjutkan, disediakan sekolah sambungan (Vervolgschool) selama
dua tahun. Bab V Proses Terbentuknya Kesadaran
Nasional 71
Perkembangan sistem pendidikan itu
sebenarnya menjadi bumerang bagi Belanda di Indonesia. Walaupun sistem
pendidikan Barat memperkenalkan sistem nilai Barat, akan tetapi rasa kebangsaan
rakyat Indonesia tidaklah luntur. Hal itu terlihat dari munculnya semangat
kebangsaan, yang kemudian menjadi sebuah gerakan. Muncullah tokoh-tokoh
pergerakan nasional, seperti dr. Sutomo, dr. Wahidin Sudirohusodo, dan Surjadi
Suryaningrat, tidak dapat dilepaskan dari adanya kemajuan dalam bidang
pendidikan tersebut. Melalui ilmu yang diperoleh di bangku sekolah, kesadaran
mereka justru tumbuh subur untuk menyusun kekuatan, yang kemudian menjelma
menjadi organisasi modern. Semua itu tidak terlepas dari munculnya para
intelektual yang akhirnya menjadi pelopor pergerakan nasional.
Sumber; SNI Jilid VGambar 5.1 Gedung
Kebangkitan Nasional Jakarta
Untuk mendukung pelaksanaan Politik Etis,
pemerintah Belanda mencanangkan Politik Asosiasi dengan semboyan unifikasi.
Politik Asosiasi berkaitan dengan sikap damai dan menciptakan hubungan harmonis
antara Barat (Belanda) dan Timur (Rakyat pribumi). Dengan Politik Asosiasi dan
semboyan unifikasi, akan terjadi suatu proses pembelandaan terhadap
rakyat Indonesia. Namun demikian ternyata cara yang dilakukan Belanda ini tidak
memperoleh sambutan dari rakyat Indonesia sehingga kebijakan ini tidak membawa
hasil. Mereka berpandangan bahwa bangsa Belanda merasa superior, lebih kuat dan
unggul, sehingga politik Asosiasi justru menimbulkan hubungan yang paternalistik.
Belanda berperan sebagai Bapak dan Indonesia sebagai anak yang masih harus
dibina.
Setelah
dilaksanakannya Politik Etis sebagai salah satu kebijakan pemerintah Hindia
Belanda, banyak lembaga pendidikan mulai berdiri. Namun demikian ternyata
diskriminasi rasial menjadi salah satu hambatan masuk sekolah. Sistem
pendidikan juga dikembangkan disesuaikan dengan status sosial masyarakat
(Eropa, Timur Asing dan Bumiputra). Untuk kelompok bumiputra masih diwarnai
oleh status keturunan yang terdiri dari kelompok bangsawan kaum priyayi dn
rakyat jelata.
Berkaitan
dengan hal tersebut di atas, maka struktur pendidikan terdiri dari pendidikan
dasar yang didalamnya ada ELS (Europese Legerschool) dan HIS (Holandsch
Inlandschool) untuk keturunan Indonesia asli yang berada pada golongan
atas. Sedangkan untuk golongan Indonesia asli dari kelas bawah disediakan
Sekolah Kelas Dua.
Dalam
pendidikan tingkat menengah ada HBS (Hogere Burger School) MULO (Meer
Uitegbreit Ondewijs), AMS (Algemene Middelbare Aschool). Disamping
itu juga ada beberapa sekolah kejuruan/keguruan seperti Kweek School,
Normaal School.Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VIII 72
Untuk pendidikan tinggi, ada Pendidikan
Tinggi Teknik (Koninklijk Instituut voor Hoger Technisch Ondewijs in
Nederlandsch Indie), Sekolah Tinggi Hukum (Rechschool), dan Sekolah
Tinggi Kedokteran yang berkembang sejak dari Sekolah Dokter Jawa, STOVIA, NIAS
dan GHS (Geneeskundige Hogeschool).
Pendidikan
kesehatan (kedokteran tersebut di atas) yang sejak 2 Januari 1849 semula lahir
sebagai Sekolah Dokter Jawa, kemudian pda tahun 1875 diubah menjadi Ahli
Kesehatan Bumiputra (Inlandsch Geneeskundige). Dalam perkembangannya
pada tahun 1902 menjadi dokter Bumiputra (Inlandsch Arts). Sekolah ini
diberi nama STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang
kemudian pada tahun 1913 diubah menjadi NIAS (Nederlandsch Indische
Artsenschool).
Di
atas telah dikatakan bahwa munculnya sistem pendidikan tidak dapat dipisahkan
dengan politik etis. Dari sinilah mulai adanya perhatian terhadap perkembangan
pendidikan mengingat salah satu dari Trilogi van Deventer secara eksplisit
menyebutkan mengenai edukasi.
Jika
dikaitkan dengan lahirnya pergerkan nasional, peranan lulusan sekolah Belanda
memiliki posisi yang sangat penting. Hal ini terbukti dengan kehadirannya
sebagai pelopor dalam pergerakan nasional dengan mendirikan organisasi seperti
studie Fond maupun Budi Utomo.
2.
Peranan Pers Dalam Pergerakan Nasional
Salah
satu hal mendasar yang dialami oleh para pejuang, khususnya pada masa
pergerakan nasional adalah bagaimana mengkomunikasikan perjuangan itu pada
pihak lain. Kurangnya komunikasi ini dapat memberikan dampak negatif dalam
sebuah perjuangan. Komunikasi sangat bermanfaat dalam upaya mengkoordinasikan
perjuangan. Salah satu sarana yang dapat dipergunakan untuk mengkomunikasikan
perjuangan itu adalah melalui pers. Ketajaman “pena” pers itu dapat memberikan
motivasi pada para pejuang, sebab bagaimanapun sebuah terbitan pasti memiliki
“warna” dan nuansa yang subjektif.
Secara
umum, pers harus mampu memeperjuangkan objektivitas, menjadi alat pendidikan,
alat penyalur aspirasi, sebagai lembaga pengawasan dan juga sebagai upaya untuk
penggalangan opini umum. Dengan demikian, pers dapat berfungsi sebgai alat
perjuangan bangsa. Bagi bangsa Indonesia pada masa pergerakan nasional itu,
pers dapat berfungsi sebagai alat propaganda demi kepentingan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, kedudukan pers amat penting. Pers yang berbahasa Melayu, dalam
perjuangan bangsa Indonesia, amat penting karena dapat menarik pembaca dari
kelompok Bumi Putra. Keberadaan pers yang berbahasa Melayu merupakan ancaman
bagi pers Belanda atau pers Tionghoa. Oleh karena itu, dalam usaha untuk
menarik pembaca, pemerintah Belanda juga menerbitkan pers berbahasa Melayu.
Pers
mampu memberikan sumbangan terhadap timbulnya kesadaran bangsa Indonesia.
Sebagai contoh, setelah Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, surat
edaran yang berkaitan dengan pendirian BU itu dimuat dalam Surat Khabar De
Locomotif dan Bataviaasch Nieuwsblad. Hal yang sama juga dilakukan
oleh majalah Jong Indie. Pemuatan surat edaran
pendirian Budi Utomo itu memberikan nilai
positif karena masyarakat segera tahu sesuatu telah terjadi.
Memperingati
100 tahun bebasnya negara ini dari kekuasaan Perancis mendapatkan reaksi yang
amat keras. Hal itu terlihat dari pemuatan tulisan Suwardi Surjaningrat dalam
surat kabar de’ Express (surat kabar yang dimiliki Indische Partij).
Peranan pers tidak terbatas pada terbitan di Hindia Belanda. Di luar negeri pun
(negeri Belanda) Perhimpunan Indonesia menerbitkan Indonesia Merdeka.
Penerbitan tersebut memberikan sumbangan besar dalam mengkomunikasikan
perjuangan bangsa Indonesia di luar negeri. Ini terbukti dari seringnya
Perhimpunan Indonesia mengikuti pertemuan internasional.
B. MUNCULNYA ORGANISASI PERGERAKAN
NASIONAL
Nasionalisme
jika dilihat dari aspek bahasa, memiliki akar kata Natie (Belanda), atau
nation (Inggris) yang berarti bangsa. Nasionalisme adalah faham yang
berkaitan denga kecintaan terhadap tanah air. Orang yang bersifat nasionalis
adalah orang yang mencintai bangsa dan tanah airnya. Kehadiran Jong Java
mendorong lahirnya beberapa perkumpulan serupa, seperti lahirnya Pasundan, Jong
Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Selebes, Timorees
ver Bond, PPPI (Perhimpunan Pelajar- Pelajar Indonesia), Pemuda Indonesia/
Jong Indonesia, Jong Islamienten Bond, Kepanduan, dan sebagainya. Semua
organisasi tersebut mendorong timbulnya kesadaran nasional bangsa Indonesia.
1. Budi
Utomo (BU)
Budi
Utomo sebagai pelopor Pergerakan Nasional Indonesia memiliki semboyan hendak
meningkatkan martabat rakyat. Mas Ngabehi Wahidin Sudiro Husodo, seorang dokter
di Yogyakarta dan termasuk golongan priyayi rendahan. Dalam tahun 1906 dan 1907
mulai mengadakan kampanye di kalangn priyayi di pulau Jawa.
Di
bawah pimpinan Wahidin Sudirohusodo, diupayakan pengumpulan dana untuk
memajukan pendidikan di Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan tersebut,
didirikan Studie Fond. Studie ini merupakan badan yang bertujuan
mengumpulkan dana untuk memberikan
Pada
masa pergerakan nasional banyak sekali muncul organisasi-organisasi. Ada yang
bersifat politik, agama, ekonomi,budaya, pendidikan, pemuda, dan wanita. Agar
Anda lebih memahami organisasi tersebut simaklah dengan seksama teks berikut.
kesempatan yang lebih luas kepada bangsa
Indonesia dalam memperoleh pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Cita-cita
luhur itu ternyata kurang memperoleh dukungan, khususnya, dari golongan
priyayi. Usaha Wahidin Sudiro Husodo tersebut, ternyata mempengaruhi jiwa
Sutomo, seorang mahasiswa STOVIA Jakarta.
Pada
tanggal 20 Mei 1908, para mahasiswa STOVIA memproklamasikan berdirinya Budi
Utomo. Pada kesempatan itu, Sutomo ditunjuk sebagai ketuanya. Organisasi yang
baru berdiri itu menentukan keanggotaannya, dari golongan terpelajar
(intelektual).
Pada
awalnya, Budi Utomo bukanlah organisasi politik. Hal itu dapat dilihat dari
tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Mengupayakan hubungan kekeluargaan atas segenap bangsa Bumi Putera,
b.
Mengadakan perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah,
c.
Mendirikan badan wakaf yang akan mengumpulkan dana untuk kepentingan belanja
anak-anak sekolah, dan
d.
Memajukan kebudayaan dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam upaya
mencapai kehidupan yang layak.
Budi
Utomo mengadakan Kongres pertama di Yogyakarta, pada tanggal 3 Oktober sampai
dengan 5 Oktober 1908. Dalam kongres yang dihadiri delapan cabang tersebut,
dihasilkan susunan pengurus sebagai berikut:
Ketua
: Raden Tumenggung Aryo Tirtokusumo (Bupati Karanganyar)
Wakil
Ketua : Wahidin Sudiro Husodo
Sekretaris
I : Mas Ngabei Dwidjosewojo
Sekretaris
II : Raden Sostrosugondo
Bendahara
: Raden Mas Panji Gondoatmodjo
Komisaris
: Raden Mas Arjo Surdiputro, R.M. Panji Gondosumarjo, R. Djojosubroto, dan
Tjipto Mangunkusumo.
Terpilihnya R.T.A. Tirtokusumo, seorang
bupati, ialah untuk lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo, walaupuin
dipilihnya karena ditunjuk oleh Gubernur Jenderal. Sebagai bupati, ia
diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam menggalang keanggotaan Budi
Utomo. Oleh karena ketuanya seorang bupati, Budi Utomo memilih garis perjuangan
kooperasi, artinya bersedia bekerjasama dengan Pemerintah Kolonial Belanda.
Budi
Utomo merupakan pelopor organisasi moderen. Organissi ini menjadi model bagi
gerakan berikutnya. Walaupun ruang lingkup kegiatan Budi Utomo terbatas pada
golongan terpelajar dan wilayahnya meliputi Jawa, Madura dan Bali, akan tetapi
Budi Utomo menjadi tonggak awal kebangkitan nasional. Karena itu, oleh Bangsa
Indonesia, kelahiran Budi Utomo
Sumber;
SNI Jilid V
diperingati sebagai Hari Kebangkitan
Nasional. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik
Indonesia, Nomor 31, tanggal 16 Desember 1959.
2.
Sarekat Islam (SI)
Semula,
organisasi ini bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada tahun
1911 oleh Haji Samanhudi. Kelahiran SDI didorong dengan adanya keinginan untuk
bersaing dengan pedagang Tionghoa dalam monopoli perdagangan batik di Solo.
Dengan sistem monopoli yang dilakukan oleh para pedagang Tionghoa itu, para
pengrajin batik yang ada di Solo sangat dirugikan, terutama dalam penentuan
harga.
SDI
didirikan di Kota Solo oleh H. Samanhudi dengan maksud untuk memajukan
perdagangan di bawah panji-panji Islam, SDI juga memiliki tujuan seperti yang
terumus dalam anggaran dasarnya sebagai berikut,
a.
Mengembangkan jiwa berdagang,
b.
Memberi bantuan kepada para anggotanya yang mengalami kesukaran,
c.
Memajukan pengajaran dan mempercepat naiknya derajat Bangsa Bumi Putra, dan
d.
Menggalang persatuan umat Islam khususnya dalam memajukan kehidupan Agama
Islam.
Ruang
lingkup keanggotaan SDI terbatas (hanya pedagang yang beragama Islam). Itu
merupakan penghalang bagi upaya SDI untuk menjangkau keanggotaan yang lebih
luas. Oleh karena itu, ada keinginan agar SDI menjelma menjadi organisasi
massa. Untuk itu, pada tahun 1912, Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat
Islam (SI). Dengan perubahan itu, Sarekat Islam menjadi organisasi yang terbuka
sehingga memungkinkan untuk menjangkau keanggotaan yang lebih banyak karena
Islam menjadi identitas pribumi.
Sarekat
Islam berkembang dengan pesat karena Agama Islam menjadi motivasinya.
Perkembangan Sarekat Islam amat mengkhawatirkan Belanda. Dalam rangka
memantapkan keberadaan Sarekat Islam, ada upaya untuk mendapatkan badan hukum
dari Pemerintah Kolonial Belanda. Karena itu, Sarekat Islam mengajukan badan
hukum. Keinginan tersebut, ternyata ditolak oleh Belanda, yang memperoleh badan
hukum justru Sarekat Islam lokal, sehingga terjadi perpecahan diberbagai
daerah.
Perpecahan
semula terjadi antara Agus Salim dan Abdul Muis dengan Semaun. Kedua tokoh itu
memiliki pandangan yang bertolak belakang. Agus Salim adalah seorang yang
agamis (religius), sedangkan Semaun seorang sosialis (bahkan komunis). Dalam
Kongres Sarekat Islam, tahun 1921, dilakukan disiplin partai. Tidak
diperkenankan adanya keanggotaan rangkap maupun jabatan rangkap antara SI
dengan oraganisasi lain.
3.
Perhimpunan Indonesia
Orang-orang
Indonesia yang ada di Negeri Belanda pada tahun 1908, mendirikan organisasi
yang diberi nama Indische Vereniging. Pelopor berdirinya organisasi ini
adalah Sultan Kasayangan seorang mahasiswa dan Noto Suroto seorang penyair dari
Jogjakarta. Tujuan yang dirumuskan oleh organisasi ini adalah memajukan
kepentingan bersama atas orang-orang yang berasal dari Indonesia, baik yang
pribumi maupun nonpribumi, yang ada di Negeri Belanda. Dalam perkembangannya, Indische
Vereniging, pada tahun 1925, diganti
namanya menjadi Perhimpunan Indonesia, dan
sejak itu nama perkumpulan ini menggunakan istilah “Indonesia”. Hal ini menjadi
penting karena mulai digunakan kata Indonesia sebagai upaya menunjukkan
identitas kita.
Kedatangan
tokoh-tokoh pergerakan nasional ke Negeri Belanda seperti Tjipto Mangunkusumo
dan Suwardi Suryaningrat, dan Muhammad Hatta sangat menguntungkan perkembangan
Perhimpunan Indonesia. Pada masa kepemimpinan Muhammad Hatta, aktivitas
Perhimpunan Indonesia semakin meluas.
Sumber; SNI Jilid VGambar 5.3 Para
Pemimpin PI
Perhimpunan Indonesia banyak mengikuti
pertemuan internasional, seperti konferensi internasional yang diadakan di
Paris dan Belgia, sehingga mereka dapat mengomunikasikan perjuangan Bangsa
Indonesia kepada dunia internasional. Perjuangannya bersifat non-cooperasi dan
self help. PI memiliki media, yaitu majalah Hindia Putra. Melalui media
ini perjuangan dan cita-cita Bangsa Indonesia disampaikan kepada pihak lain.
Untuk lebih menunjukkan sifat ke-Indonesiaannya, nama Hindia Putra diganti
menjadi Indonesia Merdeka. Keberadaan PI dalam sejarah Pergerakan Nasional
memiliki arti penting mengingat organisasi itu juga membuka keanggotaannya
untuk semua mahasiswa yang ada di Hindia Belanda.
4.
Indische Partij (IP)
Indische
Partai didirikan pada tanggal 2 Desember 1912 sebagai organisasi politik
didirikan oleh Tjipto Mangunkusumo, Suwardi Surjaningrat, dan seorang keturunan
Belanda yaitu E.F.E. Douwes Dekker.
Pendirian
Indische Partij juga dimaksudkan untuk menggantikan Indische Bond yang
merupakan organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Tujuan yang ingin
dicapai oleh Indische Partij adalah membangun patriotisme sesama “Indiers”
terhadap tanah air yang memberi lapangan hidup kepada mereka. Tujuannya adalah
bekerja sama atas dasar persamaan ketatanegaraan dalam memajukan tanah air.
Dalam
upaya mempertahankan keberadaannya sebagai organisasi, para pemimpinnya
berupaya agar mendapatkan pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi
usaha itu gagal karena pemerintah Hindia Belanda dengan segala cara selalu
melarang berdirinya organisasi yang dianggap membahayakan.
Dengan semboyan Indie voor Indiers
yang artinya Indonesia untuk Bangsa Indonesia, organisasi itu berusaha
membangkitkan semangat cinta tanah air walaupun tanpa badan hukum. Karena
gerakannya yang radikal, organisasi itu dianggap berbahaya. Akibatnya, para
pemimpinnya mendapatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas organisasi.
Lebih-lebih setelah terjadi polemik Suwardi Surjaningrat dengan pemerintah
Belanda dalam artikelnya “Als ik een Nederlanders was” yang dimuat dalam
de’Express. Polemik itu terjadi setelah tulisaannya itu diterjemahkan
dalam bahasa Melayu/Indonesia. Akibatnya para pemimpinnya ditangkap dan
diasingkan ke negeri Belanda.
5.
Indische Social Democratische Vereniging (ISDV)
Para
pegawai Belanda di Indonesia, semula, mendirikan Indische Social
Democratische Veregining (ISDV). Dalam perkembangannya, ISDV, pada tanggal
20 Mei 1920, diubah menjadi Partai Komunis Hindia. Setelah itu, diubah lagi
menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pengurusnya ialah Semaun (Ketua),
Darsono (Wakil Ketua), Bergsma (Sekretaris) dan anggota pengurus yang terdiri
dari Baars, Sugono, dan H.W. Dekker sebagai bendahara. Partai Komunis Indonesia
(PKI) secara resmi berdiri tanggal 23 Mei 1920. Tokoh yang ada di belakang
pendirian PKI adalah Sneevlit, seorang pegawai Belanda yang dikirim ke
Indonesia.
Pada
tanggal 13 November 1926, PKI mengadakan pemberontakan di Banten, Sumatera
disusul tindakan kekerasan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Banyak
penangkapan terhadap tokoh perjuangan, yang dibuang ke Digul dan Tanah Merah.
6.
Partai Nasional Indonesi (PNI)
Partai
Nasional Indonesia (PNI) lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927. Kelahiran
PNI tidak terlepas dari peranan Algemeen Studie Club, yaitu suatu
kelompok studi para mahasiswa di Bandung. Rapat pendirian PNI, dihadiri oleh
Ir. Soekarno, dr. Tjipto Mangunkusumo, Sudjadi, Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo, Mr.
Budiarto dan Mr. Soenarjo. Pada rapat pendirian tersebut, terbentuklah susunan
pengurus yang disahkan dalam kongres PNI pertama di Surabaya tanggal 27 sampai
30 Mei 1928. Susunan pengurusnya adalah sebagai berikut:
Ketua/Pemuka : Ir. Soekarno
Sekretaris/Bendahara
: Mr. Iskaq Tjokrohadisurjo
Anggota
: dr. Samsi
Mr. Sartono
Mr. Soenarjo
Ir. Anwari
Sumber;
SNI Jilid V
Dalam
Kongres tersebut juga mengesahkan program kerja yang meliputi bidang politik
untuk mencapai Indonesia merdeka, memajukan perekonomian nasional, dan
memajukan pelajaran nasional. Oleh karena itu, dalam mewujudkannya kemudian
didirikan sekolah-sekolah, poliklinik-poliklinik, bank nasional, dan
perkumpulan koperasi. Garis perjuangan PNI adalah non-cooperative,
artinya tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda.
Karena
ketatnya pengawasan politik oleh pihak kolonial Belanda, para tokoh PNI
kemudian ditangkap pada tahun 1930. Akibatnya, Soekarno, Gatot Mangkuprodjo,
Markum Sumodiredjo, dan Supriadinata ditangkap dan dajatuhi hukuman oleh
pengadilan Bandung. Dalam sidang tersebut, Soekarno menulis pembelaan deangan
judul Indonesia Menggugat.
Penangkapan
terhadap tokoh PNI merupakan pukulan berat sehingga menggoyahkan kehidupan
partai tersebut. Dalam suatu kongres luar biasa di Jakarta tanggal 25 April
1931, diambil keputusan bahwa PNI dibubarkan. Pembubaran PNI ini membawa
perpecahan pada para pendukungnya. Sartono kemudian mendirikan Partindo
sedangkan Moh. Hatta dan Sutan Syahrir mendirikan PNI Baru (Pendidikan Nasional
Indonesia).
7.
Permufakatan Perhimpunan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
Pendirian
PPPKI atas usul PNI bersama-sama Sarekat Islam, BU, Pasundan, Sumatransche
Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club, dan Algmeen Studie
Club. Kesepakatan itu terjadi dalam rapat tanggal 17 sampai 18 Desember
1927. Tujuan yang ingin dicapai dari federasi ini adalah kesatuan aksi dalam
menghadapi imperialisme Belanda.
Sebagai
suatu federasi dari gerakan kebangsaan PPPKI, mampu mengordinasikan gerakan
yang ada, baik yang radikal maupun yang maderat. Upaya PPPKI yang memberikan
sumbangan terhadap perjuangan Bangsa Indonesia adalah sebagai berikut:
a.
PPPKI mendirikan badan yang bertugas memberikan bantuan terhadap pembebasan
pelajar di negeri Belanda.
b.
PPPKI mengadakan rapat tahun 1930 karena terjadinya penangkapan terhadap para
pemimpin Frond Nasional yang diharapakan dapat memberikan bantuan
terhadap keluarga yang ditinggalkan karena masuk penjara Belanda.
c.
PPPKI ikut menghadiri Kongres Indonesia Raya tahun 1932. Dalam kongres itu
diusahakan peredaan ketegangan diantara organisasi-organisasi politik yang ada
di Indonesia.
8.
Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
TekananPemerintahan
Kolonial Belanda mengakibatkan PPPKI sebagai suatu federasi tidak dapat
menjalankan fungsinya. Oleh karena itu, dalam rapat pendirian Concentrasi
Nasional yang diadakan tanggal 21 Mei 1939 di Batavia, didirikan GAPI,
sebuah federasi baru. Yang menjadi anggotanya adalah Parindra, Gerindro,
Pasundan, Persatuan Minahasa, PSII, PII, dan Partai Katolik. Yang menjadi latar
belakang berdirinya GAPI adalah:
a.
kegagalan Petisi Sutardjo,
b.
kegentingan nasional akibat timbulnya bahaya fasis, dan
c. sikap pemerintah kolonial Belanda yang
kurang memperhatikan kepentingan Bangsa Indonesia.
Di
dalam anggaran dasarnya, GAPI mencantumkan hak untuk menentukan sendiri,
persatuan nasional, dan persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia. Semboyan
yang dikumandangkan dalam konferensi pertamanya tanggal 4 Juli 1939 adalah Indonesia
berparlemen. GAPI mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan nama Manifesto
GAPI yang isinya menyerukan kepada semua pihak untuk waspada terhadap
bahaya fisis. Untuk pertama kalinya, GAPI dipimpin oleh M.H. Husni Tamrin, Amir
Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosujono.
9.
Partai Indonesia Raya (Parindra)
Adanya
tekanan terhadap organisasi politik non cooperative oleh pemerintah
kolonial Belanda, menyebabkan Studie Club mulai memfungsikan dirinya
dalam membina kader-kader bangsa. Karena itulah, Indonesische Studie Club
Surabaya yang dipimpin oleh dr. Sutomo mulai mengembangkan pengaruhnya di
kalangan masyarakat. Diubahlah Indonesische Studie Club menjadi
Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) pada tahun 1931. PBI merupakan salah satu
cikal bakal dari Parindra.
C. SUMPAH PEMUDA DAN TERBENTUKNYA IDENTITAS BANGSA
Peranan
pemuda dalam pergerakan nasional dimulai sejak berdirinya Budi Utomo tanggal 20
Mei 1908. Dalam perkembangan selanjutnya, organisasi itu lebih banyak diikuti
oleh golongan tua. Oleh karena itu, para pemuda selalu ingin menggalang
kekuatan yang merupakan pencerminan aktivitas para pemuda. Pada tanggal 7 Maret
1915, di Jakarta, para pemuda seperti dr. R. Satiman Wirjosandjojo, Kadarman,
dan Sunardi mendirikan organisasi kepemudaan yang keanggotaannya terdiri dari
anak sekolah menengah di Jawa dan Madura. Perkumpulan itu diberi nama Trikoro
Dharmo. Trikoro Dharmo artinya tiga tujuan mulia yang
Istilah
Indonesia mulai muncul yang disuarakan oleh berbagai kalangan, baik itu tertera
dalam tujuan perkumpulan seperti pemuda, perempuan maupun keputusan yang
dihasilkan dalam suatu pertemuan yang dilakukan seperti dalam Sumpah Pemuda
meliputi: sakti, budi, dan bakti.
Tujuan perkumpulan ini adalah mencapai Jawa Raya dengan cara memperkokoh rasa
persatuan antar pemuda Jawa, Madura, Sunda, Bali, dan Lombok.
Dalam
rangka untuk mewujudkan persatuan, pada kongres di Solo tanggal 12 Juli 1918,
Trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Tujuan yang ingin dicapai ialah
mendidik para anggota supaya kelak dapat memberikan tenaganya untuk membangun
Jawa Raya. Cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan tujuan itu adalah
mempererat perasatuan, menambah pengetahuan anggota serta berusaha menimbulkan
rasa cinta pada budaya sendiri. Dalam perjuangannya, Jong Java tidak melibatkan
diri dalam masalah politik.
Kehadiran
Jong Java ini mendorong lahirnya beberapa perkumpulan serupa, seperti lahirnya
Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon,
Jong Selebes, Timorees ver Bond, PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar
Indonesia), Pemuda Indonesia/ Jong Indonesia, Jong Islamienten Bond,
Kepanduan, dan sebagainya. Di samping gerakan-gerakan pemuda, juga terdapat
organisasi wanita seperti Puteri Indonesia, Aisijah, Wanita Sarekat Ambon, dan
Organisasi Wanita Taman Siswa.
Keberadaan
organisasi yang bersifat kedaerahan itu melahirkan keinginan untuk menciptakan
wadah tunggal pemuda Indonesia. Kongres Pemuda Pertama dilaksanakan mulai
tanggal 30 April 1926 sampai dengan 2 Mei 1926 di Jakarta.
Tujuan
yang ingin dicapai dalam Kongres Pemuda I ini adalah menanamkan semangat kerja
sama antar perkumpulan pemuda di Indonesia. Oleh karena itu, ada upaya untuk
membentuk wadah federasi dari organisasi pemuda Indonesia. Pada tanggal 31
Agustus 1926, disahkan perhimpunan baru yang bernama Jong Indonesia.
Perjuangan
untuk menyatukan kehendak para pemuda akhirnya menjadi kenyataan. Atas
inisisatif PPPI, pada tanggal 27-28 Oktober 1928, dilaksanakan Kongres Pemuda
Indonesia II yang tujuannya:
1.
Melahirkan cita-cita semua perkumpulan pemuda-pemuda Indonesia,
2.
Membicarakan beberapa masalah pergerakan pemuda Indonesia,
3.
Memperkuat kesadaran kebangsaan Indonesia dan memperteguh persatuan Indonesia.
Kongres
yang mengambil keputusan untuk mengadakan fusi dan berbagai perkumpulan pemuda
itu akhirnya melahirkan suatu momentum yang berupa Sumpah Pemuda yang
rinciannya sebagai berikut:
PERTAMA:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERTOEMPAH DARAH SATOE, TANAH INDONESIA
KEDUA:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
KETIGA:
KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE
MENJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA
INDONESIA
Keputusan yang kemudian disebut Sumpah
Pemuda oleh Bangsa Indonesia tersebut diperingati tiap tahun sebagai “Hari
Sumpah Pemuda” dan sekaligus “Hari Pemuda
Indonesia”.
Selain mengucapkan sumpah, pada saat itu diperkenalkan “Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya” yang diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman danpengibaran
bendera “Pusaka” Sang Merah Putih.
Walaupun
telah menghasilkan Sumpah Pemuda, para pemuda belum mampu menciptakan fusi
wadah bagi para pemuda Indonesia. Walaupun demikian, dengan tercetusnya Sumpah
Pemuda itu, telah memberikan bukti atas ketegasan konsepsi perjuangan bangsa
Indonesia yang bersatu dan berdaulat.
Tekad
untuk persatuan itu akhirnya menjadi kenyataan setelah tanggal 31 Desember 1930
dalam Konferensi Pemuda di Solo terbentuk “Indonesia Moeda”. Hal tersebut
memberikan bukti bahwa para pemuda kita lebih mengutamakan persatuan dan
kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi, golongan, maupun kedaerahan.
Dengan demikian, kehadiran Indonesia Moeda merupakan pelopor dalam upaya secara
nyata untuk mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Sumber: SNI Jilid VGambar 5.5 Kongres Perempuan
Tahun 1928 di Yogyakarta
Disamping gerakan pemuda, gerakan wanita
juga tidak tinggal diam. Hal ini nampak dari berdirinya Putri Indonesia,
Aisiyah (bagian wanita Muhammadiyah), Wanita Serikat Ambon, dan Organisasi
Wanita Taman Siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar