Rabu, 01 Mei 2013

Wacana Pendidikan



Pendidikan ialah segala usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi jasmani dan rohani peserta didik ke arah kedewasaan. Jadi pendidikan merupakan usaha pendewasaan yang dilakukan untuk peserta didik nantinya setelah mereka hidup bermasyarakat. Sedangkan tujuan pendidikan yakni membentuk manusia untuk menjadi lebih baik. Dalam proses pendidikan juga menganjurkan agar anak-anak didik sesuai dengan alamnya atau pengalamannya. Maka dari itu pendidikan harus juga memperhatikan pengetahuan serta pengalaman dari peserta didik itu sendiri.
Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Pasal I, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Jadi semestinya pendidikan menjadi sarana bagi masyarakat untuk dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka yang nantinya dapat melaksanakan fungsinya sebagai manusia seutuhnya.
Apakah pendidikan kita telah berupaya ke arah tujuan tersebut?  
Kalau dilakukan analisis kritis terhadap posisi pendidikan dan pelatihan dalam struktur sosial kapitalisme Neo Liberal saat ini, ternyata pendidikan telah menjadi bagian yang mereproduksi sistem dan strukur yang ada. Sehingga pendidikan dan pelatihan lebih menjadi masalah ketimbang pemecahan. Posisi pendidikan dan pelatihan lebih kepada menyiapkan ‘sumber daya manusia’ untuk mereprodusi sistem tersebut. Dengan posisi seperi itu, setiap usaha pendidikan dan pelatihan berarti ikut menyumbangkan dan melanggengkan ketidak adilan dari sistem tersebut, serta tdidak mampu memainkan peran dalam demokratisasi dan keadilan serta penegakan HAM. Dengan kata lain pendidikan dan pelatihan telah gagal memerankan visi utamanya yakni ‘memanusiakan manusia’untuk menjadi subyek transformasi sosial. Transformasi yang dimaksud adalah suatu proses penciptaan hubungan yang secara fundamental baru dan lebih baik.
Atas dasar itu dibutuhkan perenungan yang mendasar tentang fungsi dan peran setiap usaha pendidikan dan pelatihan. Dalam kaitan transformasi sosial perlu didorong untuk setiap usaha pendidikan dan pelatihan memerankan peran kritis terhadap pelanggaran hak azasi manusia. Dilemanya adalah terjadi saling ketergantungan secara dialektis antara pendidikan kritis dan sistem sosial yang demokratis yang menghargai hak-hak azasi manusia. Pendidikan kritis membutuhkan lingkungan sosial yang demokratis dan adil serta sistem yang menghargai HAM. Dalam system social yang sangat totaliter dan merendahkan HAM serta tidak demokratis dalam model Negara apapun, sulit bagi pendidikan memerankan peran kritisnya. Sebaliknya suatu sistem sosial yang demokratis dan adil serta menghargai HAM hanya bisa diwujudkan melalui suatu sistem pendidikan yang kritis, demokratis, dan berprinsipkan keadilan. Dengan kata lain, pendidikan kritis membutuhkan ruang yang demokratis, dan untuk menciptakan demokratis diperlukan pendidikan kritis.

Pendidikan Indonesia sudah kehilangan arah. Pendidikan di Indonesia dalam bentuk sekolah telah tercerabut dari akar kesejarahan sistem pendidikan nasional. Pendidikan di Indonesia sudah tidak lagi bertumpu pada nilai-nilai dasar pendidikan yang memerdekakan, pendidikan yang menyadarkan dan pendidikan yang memanusiakan manusia muda dan pengangkatan manusia muda ke taraf insani. Pendidikan di Indonesia hanya berorientasi pasar.
Awal mula proses pendidikan di dunia ini diawali dari kebutuhan hidup manusia, untuk terus mencari jati diri sebagai manusia yang unggul dibandingkan makhluk lain. Maka tak heran jika banyak filosofi kehidupan dan teks-teks suci selalu menobatkan manusia sebagai makhluk paling sempurna, maka misi menjadi makhluk sempurna-terbatas ini harus menjadi tidak sekedar pengakuan dan keakuan, tapi harus bisa diwujudkan sebagai sebuah sistem nyata yang bisa bekerja untuk pembuktian dan proses pewujudan manusia sebagai makhluk paling sempurna. Mungkin kita sering mendengar bahwa tujuan pendidikan yang sesungguhnya adalah memanusiakan manusia, artinya ada potensi manusia bisa menjadi bukan manusia yang harus ditangkal oleh pendidikan.
Selama ini sudah banyak berkembang teori pendidikan, untuk menunjukkan bahwa dunia pendidikan tidak pernah berhenti melakukan inovasi dan melakukan penggalian khasanah potensi positif pada manusia, tapi sayangnya tidak banyak diantara para pendidik yang berani melakukan proses kreatif dengan cara membongkar dan mendiagnosis praktik-praktik tradisional dalam proses pendidikan, ini sering terjadi di sekolah-sekolah formal. Pendidik cenderung menjadikan proses pendidikan dan pembelajaran sebagai kegiatan rutin yang acap kali tak memiliki toleransi terhadap minat dan bakat siswa. Siswa diperlakukan seperti pasien yang harus tunduk dan patuh dalam asupan dosis belajar yang telah dibuat pendidik, maka tak mengherankan jika dikemudian hari siswa-siswa kita hanya pintar menggunakan otak dan memainkan bahasa, tapi lemah integrasi sikap social dan tanggung jawabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar